PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA ABBASIYAH
A. Latar Belakan Masalah
Sejarah tak ubahnya kacamata masa lalu yang menjadi pijakan dan langkah
setiap insan di masa mendatang. Seperti yang kita ketahui setelah
tumbangnya kepemimpinan masa khulafaurrasyidin maka berganti pula sistem
pemerintahan Islam pada masa itu menjadi masa daulah, dan dalam makalah
ini akan disajikan sedikit tentang masa daulah Abbasiyah.
Dalam peradaban ummat Islam, Bani Abbasiyah merupakan salah satu bukti
sejarah peradaban ummat Islam yang terjadi. Bani Abbasiyah merupakan
masa pemerintahan ummat Islam yang memperoleh masa kejayaan yang
gemilang. Pada masa ini banyak kesuksesan yang diperoleh Bani Abbasiyah,
baik itu dibidang Ekonomi, Politik, dan Ilmu pengetahuan. Hal inilah
yang perlu untuk kita ketahui sebagai acuan semangat bagi generasi ummat
Islam bahwa peradaban ummat Islam itu pernah memperoleh masa keemasan
yang melampaui kesuksesan negara-negara Eropa. Dengan kita mengetahui
bahwa dahulu peradaban ummat Islam itu diakui oleh seluruh dunia, maka
akan memotifasi sekaligus menjadi ilmu pengetahuan kita mengenai sejarah
peradaban ummat Islam sehingga kita akan mencoba untuk mengulangi masa
keemasan itu kembali nantinya oleh generasi ummat Islam saat ini.
B. Kelahiran Daulah Abbasiyah
Masa Daulah Abbasiyah adalah masa keemasan Islam, atau sering disebut
dengan istilah ‘’The Golden Age’’. Pada masa itu Umat Islam telah
mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan
kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai cabang ilmu
pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari
bahasa asing ke bahasa Arab. Fenomena ini kemudian yang melahirkan
cendikiawan-cendikiawan besar yang menghasilkan berbagai inovasi baru di
berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Bani Abbas mewarisi imperium besar
Bani Umayah. Hal ini memungkinkan mereka dapat mencapai hasil lebih
banyak, karena landasannya telah dipersiapkan oleh Daulah Bani Umayah
yang besar. Menjelang tumbangnya Daulah Umayah telah terjadi banyak
kekacauan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara; terjadi
kekeliruan-kekeliruan dan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh para
Khalifah dan para pembesar negara lainnya sehingga terjadilah
pelanggaran-pelanggaran terhadap ajaran Islam, termasuk salah satunya
pengucilan yang dilakukan Bani Umaiyah terhadap kaum mawali yang
menyebabkan ketidak puasan dalam diri mereka dan akhirnya terjadi banyak
kerusuhan .
Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa
Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal
memberikan toleransi kepada berbagai kegiatan keluarga Syiah. Keturunan
Bani Hasyim dan Bani Abbas yang ditindas oleh Daulah Umayah bergerak
mencari jalan bebas, dimana mereka mendirikan gerakan rahasia untuk
menumbangkan Daulah Umayah dan membangun Daulah Abbasiyah.
Di bawah pimpinan Imam mereka Muhammad bin Ali Al-Abbasy mereka bergerak
dalam dua fase, yaitu fase sangat rahasia dan fase terang-terangan dan
pertempuran. Selama Imam Muhammad masih hidup gerakan dilakukan sangat
rahasia. Propaganda dikirim ke seluruh pelosok negara, dan mendapat
pengikut yang banyak, terutama dari golongan-golongan yang merasa
ditindas, bahkan juga dari golongan-golongan yang pada mulanya mendukung
Daulah Umayah. Setelah Imam Muhammad meninggal dan diganti oleh anaknya
Ibrahim, pada masanya inilah bergabung seorang pemuda berdarah Persia
yang gagah berani dan cerdas dalam gerakan rahasia ini yang bernama Abu
Muslim Al-Khurasani. Semenjak masuknya Abu Muslim ke dalam gerakan
rahasia Abbasiyah ini, maka dimulailah gerakan dengan cara
terang-terangan, kemudian cara pertempuran, dan akhirnya dengan dalih
ingin mengembalikan keturunan Ali ke atas singgasana kekhalifahan, Abu
Abbas pimpinan gerakan tersebut berhasil menarik dukungan kaum Syiah
dalam mengobarkan perlawanan terhadap kekhalifahan Umayah. Abu Abbas
kemudian memulai makar dengan melakukan pembunuhan sampai tuntas semua
keluarga Khalifah, yang waktu itu dipegang oleh Khalifah Marwan II bin
Muhammad. Begitu dahsyatnya pembunuhan itu sampai Abu Abbas menyebut
dirinya sang pengalir darah atau As-Saffah. Maka bertepatan pada bulan
Zulhijjah 132 H (750 M) dengan terbunuhnya Khalifah Marwan II di
Fusthath, Mesir dan maka resmilah berdiri Daulah Abbasiyah.
Dalam peristiwa tersebut salah seorang pewaris takhta kekhalifahan
Umayah, yaitu Abdurrahman yang baru berumur 20 tahun, berhasil
meloloskan diri ke daratan Spanyol. Tokoh inilah yang kemudian berhasil
menyusun kembali kekuatan Bani Umayah di seberang lautan, yaitu di
keamiran Cordova. Di sana dia berhasil mengembalikan kejayaan
kekhalifahan Umayah dengan nama kekhalifahan Andalusia.
Pada awalnya kekhalifahan Daulah Abbasiyah menggunakan Kufah sebagai
pusat pemerintahan, dengan Abu Abbas As-Safah (750-754 M) sebagai
Khalifah pertama. Kemudian Khalifah penggantinya Abu Jakfar Al-Mansur
(754-775 M) memindahkan pusat pemerintahan ke Baghdad. Di kota Baghdad
ini kemudian akan lahir sebuah imperium besar yang akan menguasai dunia
lebih dari lima abad lamanya. Imperium ini dikenal dengan nama Daulah
Abbasiyah.
Dalam beberapa hal Daulah Abbasiyah memiliki kesamaan dan perbedaan
dengan Daulah Umayah. Seperti yang terjadi pada masa Daulah Umayah,
misalnya, para bangsawan Daulah Abbasiyah cenderung hidup mewah dan
bergelimang harta. Mereka gemar memelihara budak belian serta istri
peliharaan (hareem). Kehidupan lebih cenderung pada kehidupan duniawi
ketimbang mengembangkan nilai-nilai agama Islam . Namun tidak dapat
disangkal sebagian khalifah memiliki selera seni yang tinggi serta taat
beragama.
C. Sistem Politik, Pemerintahan dan Sosial
1. Sistem Politik dan Pemerintahan
Khalifah pertama Bani Abbasiyah, Abdul Abbas yang sekaligus dianggap
sebagai pendiri Bani Abbas, menyebut dirinya dengan julukan Al-Saffah
yang berarti Sang Penumpah Darah. Sedangkan Khalifah Abbasiyah kedua
mengambil gelar Al-Mansur dan meletakkan dasar-dasar pemerintahan
Abbasiyah. Di bawah Abbasiyah, kekhalifahan berkembang sebagai system
politik. Dinasti ini muncul dengan bantuan orang-orang Persia yang
merasa bosan terhadap Bani Umayyah di dalam masalah sosial dan politik
diskriminastif. Khalifah-khalifah Abbasiyah yang memakai gelar ”Imam”,
pemimpin masyarakat muslim bertujuan untuk menekankan arti keagamaan
kekhalifahan. Abbasiyah mencontoh tradisi Umayyah di dalam mengumumkan
lebih dari satu putra mahkota raja.
Al-Mansur dianggap sebagai pendiri kedua dari Dinasti Abbasiyah. Di masa
pemerintahannya Baghdad dibagun menjadi ibu kota Dinasti Abbasiyah dan
merupakan pusat perdagangan serta kebudayaan. Hingga Baghdad dianggap
sebagai kota terpenting di dunia pada saat itu yang kaya akan ilmu
pengetahuan dan kesenian. Hingga beberapa dekade kemudian dinasti
Abbasiyah mencapai masa kejayaan.
Ada beberapa sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Abbasiyah, yaitu
a. Para Khalifah tetap dari keturunan Arab murni, sedangkan pejabat lainnya diambil dari kaum mawalli.
b. Kota Bagdad dijadikan sebagai ibu kota negara, yang menjadi
pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial dan ataupun kebudayaan serta
terbuka untuk siapa saja, termasuk bangsa dan penganut agama lain.
c. Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sesuatu yang mulia, yang penting dan sesuatu yang harus dikembangkan.
d. Kebebasan berpikir sebagai hak asasi manusia.
2. Sistem Sosial
Pada masa ini, sistem sosial adalah sambungan dari masa sebelumnya (Masa
Dinasti Umaiyah). Akan tetapi, pada masa ini terjadi beberapa perubahan
yang sangat mencolok, yaitu:
a. Tampilnya kelompok mawali dalam pemerintahan serta mendapatkan tempat yang sama dalam kedudukan sosial
b. Kerajaan Islam Daulah Abbasiyah terdiri dari beberapa bangsa ang berbeda-beda (bangsa Mesir, Syam, Jazirah Arab dll.)
c. Perkawinan campur yang melahirkan darah campuran
d. terjadinya pertukaran pendapat, sehingga muncul kebudayaan baru .
D. Kejayaan Daulah Abbasiyah
Masa Abbasiyah menjadi tonggak puncak peradaban Islam. Khalifah-khalifah
Bani Abbasiyah secara terbuka mempelopori perkembangan ilmu pengetahuan
dengan mendatangkan naskah-naskah kuno dari berbagai pusat peradaban
sebelumnya untuk kemudian diterjemahkan, diadaptasi dan diterapkan di
dunai Islam. Para ulama’ muslim yang ahli dalam berbagai ilmu
pengetahuan baik agama maupun non agama juga muncul pada masa ini.
Pesatnya perkembangan peradaban juga didukung oleh kemajuan ekonomi
imperium yang menjadi penghubung dunua timur dan barat. Stabilitas
politik yang relatif baik terutama pada masa Abbasiyah awal ini juga
menjadi pemicu kemajuan peradaban Islam
1. Gerakan penerjemahan
Meski kegiatan penerjemahan sudah dimulai sejak Daulah Umayyah, upaya
untuk menerjemahkan dan menskrinsip berbahasa asing terutama bahasa
yunani dan Persia ke dalam bahasa arab mengalami masa keemasan pada masa
DaulahAbbasiyah. Para ilmuandiutus ke daeah Bizantium untuk mencari
naskah-naskah yunanidalam berbagai ilmu terutama filasafat dan
kedokteran.
Pelopor gerakan penerjemahan pada awal pemerintahan daulah Abbasiyah
adalah Khalifah Al-Mansyur yang juga membangun Ibu kota Baghdad. Pada
awal penerjemahan, naskah yang diterjemahkan terutama dalam bidang
astrologi, kimia dan kedokteran. Kemudian naskah-naskah filsafat karya
Aristoteles dan Plato juga diterjemahkan. Dalam masa keemasan, karya
yang banyak diterjemahkan tentang ilmu-ilmu pragmatis seperti
kedokteran. Naskah astronomi dan matematika juga diterjemahkan namun,
karya-karya berupa puisi, drama, cerpen dan sejarah jarang diterjemakan
karena bidang ini dianggap kurang bermanfa’at dan dalam hal bahasa, Arab
sendiri perkembangan ilmu-ilmu ini sudah sangat maju.
Pada masa ini, ada yang namanya Baitul hikmah yaitu perpustakaan yang
berfungsi sebagai pusat pengembagan ilmu pengetahuan. Pada masa Harun
Ar-Rasyid diganti nama menjadi Khizanah al-Hikmah (Khazanah
kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian.
Pada masa Al-Ma’mun ia dikembangkan dan diubah namanya menjadi Bait
al-Hikmah, yang dipergunakan secara lebih maju yaitu sebagai tempat
penyimpanan buku-buku kuno yang didapat dari Persia, Bizantium, dan
bahkan dari Ethiopia dan India. Direktur perpustakaannya seorang
nasionalis Persia, Sahl Ibn Harun. Di bawah kekuasaan Al-Ma’mun, lembaga
ini sebagai perpustakaan juga sebagai pusat kegiatan study dan riset
astronomi dan matematika.
2. Dalam bidang filasafat
Pada masa ini pemikiran filasafat mencakup bidang keilmuan yang sangat
luas seperti logika, geometri, astronomi, dan juga teologia. Beberapa
tokoh yang lahir pada masa itu, termasuk diantaranya adalah Al-Kindi,
Al-farobi, Ibnu Sina dan juga Al-Ghazali yang kita kenal dengan julukan
Hujjatul Islam.
3. Perkembangan Ekonomi
Ekonomi imperium Abbasiyah digerakkan oleh perdagangan. Sudah terdapat
berbagai macam industri sepertikain linen di Mesir, sutra dari Syiria
dan Irak, kertas dari Samarkand, serta berbagai produk pertanian seperti
gandum dari Mesir dan kurma dari Iraq. Hasil-hasil industri dan
pertanian ini diperdagangkan ke berbagai wilayah kekuasaan Abbasiyah dan
Negara lain.
Karena industralisasi yang muncul di perkotaan ini, urbanisasi tak dapat
dibendung lagi. Selain itu, perdagangan barang tambang juga semarak.
Emas yang ditambang dari Nubia dan Sudan Barat melambungkan perekonomian
Abbasiyah.
Perdagangan dengan wilayah-wilayah lain merupakan hal yang sangat
penting. Secara bersamaan dengan kemajuan Daulah Abbasiyah, Dinasti Tang
di Cina juga mengalami masa puncak kejayaan sehingga hubungan
perdagangan antara keduanya menambah semaraknya kegiatan perdagangan
dunia.
4. Dalam bidang Keagamaan
Di bawah kekuasaan Bani Abbasiyah, ilmu-ilmu keagamaan mulai
dikembangkan. Dalam masa inilah ilmu metode tafsir juga mulai
berkembang, terutama dua metode penafsiran, yaitu Tafsir bir Ra’i dan
Tafsir bil Ma’tsur. Dalam bidang hadits, pada masa ini hanya merupakan
penyempurnaan, pembukuan dari catatan dan hafalan para sahabat. Pada
masa ini pula dimulainya pengklasifikasian hadits, sehingga muncul yang
namanya hadits dhaif, maudlu’, shahih serta yang lainnya.
Sedangkan dalam bidang hukum Islam karya pertama yang diketahui adalah
Majmu’ al Fiqh karya Zaid bin Ali (w.122 H/740 M) yang berisi tentang
fiqh Syi’ah Zaidiyah. Hakim agung yang pertama adalah Abu Hanifah
(w.150/767). Meski diangap sebagai pendiri madzhab Hanafi,
karya-karyanya sendiri tidak ada yang terselamatkan. Dua bukunya yang
berjudul Fiqh al-Akbar (terutama berisi artikel tentang keyakinan) dan
Wasiyah Abi Hanifah berisi pemikiran-pemikirannya terselamatkan karena
ditulis oleh para muridnya.
E. Runtuhnya Daulah Abbasiyah
Tak ada gading ang tak retak. Mungkin pepatah inilah ang sangat pas
untuk dijadikan cermin atas kejayaan ang digapai bani Abbasiah. Meskipun
Daulah Abbasiyah begitu bercahaya dalam mendulang kesuksesan dalam
hampir segala bidang, namun akhirnya iapun mulai kaku dan akhirnya
runtuh. Menurut beberapa literatur, ada beberapa sebab keruntuhan daulah
Abbasyiah, yaitu:
1. Faktor Internal
Mayoritas kholifah Abbasyiah periode akhir lebih mementingkan urusan
pribadi dan melalaikan tugas dan kewajiban mereka terhadap negara.
Luasnya wilayah kekuasaan kerajaan Abbasyiah, sementara komunikasi pusat
dengan daerah sulit dilakukuan - Semakin kuatnya pengaruh keturunan
Turki, mengakibatkan kelompok Arab dan Persia menaruh kecemburuan atas
posisi mereka.
Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata ketergantungan khalifah
kepada mereka sangat tinggi. Permusuhan antar kelompok suku dan kelompok
agama.
Merajalelanya korupsi dikalangan pejabat kerajaan.
2. Faktor Eksternal
Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang dan menelan banyak
korban. Penyerbuan Tentara Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan yang
menghancrkan Baghdad. Jatuhnya Baghdad oleh Hukagu Khan menanndai
berakhirnya kerajaan Abbasyiah dan muncul: Kerajaan Syafawiah di Iran,
Kerajaan Usmani di Turki, dan Kerajaan Mughal di India.
F. Kesimpulan
Dinamakan khilafah bani Abbasiyah karena para pendiri dan penguasanya
adalah keturunan al Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti ini didirikan
oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas.
Berdirinya Dinasti ini tidak terlepas dari keamburadulan Dinasti
sebelumny, dinasti Umaiyah. Pada mulanya ibu kota negera adalah
al-Hasyimiyah dekat kufah. Namun untuk lebih memantapkan dan menjaga
setabilitas Negara al-Mansyur memindahkan ibu kota Negara ke Bagdad.
Dengan demikian pusat pemerintahan dinasti Abasiyah berada di
tengah-tengah bangsa Persia. Al-Mansyur melakukan konsolidasi dan
penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk
menduduki jabatan di lembaga eksekutif dan yudikatif.
Puncak perkembangan dinasti Abbasiyah tidak seluruhnya berawal dari
kreatifitas penguasa Bani Abbasiyah sendiri. Sebagian diantaranya sudah
dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan misalnya
di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Namun
lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abas
dengan berdirinya perpustakaan dan akademi.
Pada beberapa dekade terakhir, daulah Abbasiyah mulai mengalami
kemunduran, terutama dalam bidang politiknya, dan akhirnya membawanya
pada perpecahan yang menjadi akhir sejarah daulah abbasiyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar